Selasa, 01 Desember 2009

Maghfira

Ilahi lastu lilfirdausi ahla,
Walaa aqwa 'ala naatil jahiimi,
Fahabli tauban waghfir dznubi,
Fainaka ghafirudz dzanbil 'adzimi

Dzunubi mitslu a'daadir rimali,
Fahabli taubatan ya Dzal Jalaali,
Wa'umri naqishu fi kulli yaumi,
Wa dzanbi zaaidun kaifa - htimali

Ilahi' abdukal 'aashi ataak,
Muqirran bi dzunubi Wa qad di'aaka,
Fain taghfir fa anta lidzaka ahlun,
Wain tadrud faman narju siwaaka

wahai Tuhanku... aku sebetulnya tak layak masuk surgaMu,
tapi... aku juga tak sanggup menahan amuk nerakaMu,
karena itu mohon terima taubatku ampunkan dosaku,
sesungguhnya Engkaulah maha pengampun dosa-dosa besar

Dosa-dosaku bagaikan bilangan butir pasir
maka berilah ampunkan oh Tuhanku yang Maha Agung
setiap hari umurku terus berkurang
sedangkan dosaku terus menggunung,
bagaimana aku menanggungkannya

wahai Tuhan, hambamu yang pendosa ini
datang bersimpuh kehadapanMu
mengakui segala dosaku
mengadu dan memohon kepadaMu

kalu engkau ampuni itu,
karena Engkau sajalah yang bisa mengampun
tapi kalau tolak, kepada siapa lagi,
kami mohon ampun selain kepadaMu


Setiap bait ku perhatikan makna yang diharapkan bagi si pendosa, atas tumpukan dosa dan bagaikan bilangan pasir lautan. Harapan itu tidak semu, tidak maya dan tidak dongeng.

Aku tahu, keampunan itu hanya milikNya. Tapi, andaikan permohonan itu ditolak, kepada siapa aku meminta, memelas dan memohon-mohon ampunan selain diriNya. Aku tahu... harapan teramat dalam itu tidak semu, ya Tuhanku. Hanya dunia ini yang semu. Hidupku hanya menumpang, bagaikan musafir yang berpergian tanpa arah, dan hanya singgah sementara.

Pantaskah aku mendapatkan kenimatan surgaMu yang didalamnya terdapat keindahan yang tidak pernah kulihat didunia ini. Dan sesungguhnya aku juga tidak sanggup menerima hujatan dari amukan nerakaMu. Tolong wahai Tuhanku. Denahi diriku... sehingga aku selalu berjalan kearahMu dengan ridho hanya dariMu.
"Negeri 5 Menara"