Rabu, 10 Desember 2008

Amanat Komando Kemanusian (Bagian 2)

DR dr Soewardjono Surjaningrat SpOG


Ditangan pria kelahiran Purwodadi, Grobogan, 3 Mei 1923, Lembaga Keluarga Berencana ABRI (sekarang TMKK) bisa dibentuk dan sampai detik ini faeadah kelembagaan tersebut dapat dirasakan masyarakat kecil pesisir secara kontinyu selama bertahun-tahun. Berpengalaman soal Keluarga Berencana sewaktu menjalani kedinasan di Rumahsakit Tentara Dustira Cimahi serta keprihatinannya terhadap kematian ibu melahirkan yang tinggi membuat pria lulusan Kedokteran Universitas Indonesia ini merasa terpanggil untuk melakukan misi tugas kemanusiaan dialah DR dr Soewardjono Surjaningrat SpOG yang waktu itu berpangkat kolonel.
LKB-ABRI inilah dalam perkembanganya selanjutnya melahirkan kegiatan TNI Manunggal KB-Kesehatan yang antara lain bertujuan meningkatkan kemantapan ber-KB menjadi peserta aktif, peningkatan jumlah peserta mandiri bagi yang mampu, peningkatan jumlah peserta KB Kontrasepsi mantap (MOP/MOW) serta menurunkan persentase pasangan usia subur yang belum atau terlayani KB padalah sudah tidak ingin anak serta menunda kehamilan anak berikutnya (unmet need). Keadaan ini menggambarkan adanya kebutuhan terhadap pelayanan yang tidak terlayani dengan salahsatu penyebabnya adalah minimnya tenaga provider KB yang ada dilapangan kecamatan.
Terbentuk LKB-ABRI mengalami perkembangan dan berakar. Advokasi pendiriannya bukan hanya di Komando Daerah Militer Siliwangi, melainkan kesejumlah Kodam. Militer dengan sistim komando memudahkan upaya DR dr Soewardjono Surjaningrat SpOG melakukan advokasi kepada seluruh kodam khususnya kepada seluruh kepala kesehatan Kodam harus melaksanakan program Keluarga Berencana dan ini merupakan perintah komandan yang wajib dilaksanakan.
Tercapainya keinginan dengan penerapan sistim komando, LKB-ABRI memang dapat dibentuk namun tujuan atau sasaran yang sebenarnya belum sebenarnya tercapai. Salahsatu kendala yang dialami saat itu belum adanya pengertian yang mendalam tentang arti KB, terutama dikalangan istri tentara; yang justru mempunyai hubungan langsung dengan masyarakat. Padahal ABRI dianggap mempunyai pengaruh terhadap keluarga, lingkungan, dan masyarakat umum. Perbuatan anggota ABRI dinilai positif dan sering dijadikan tauladan dan diikuti warga masyarakat. Pada dua tahun awal pelaksanaan KB di ABRI, menujukkan angka yang tidak mengecewakan, meskipun belum dapat mencapai target untuk disebut sebagai pelopor, karena kegiatan dalam bidang teknis medis kurang didampingi secara intensif oleh kegiatan sosial budaya. Semangat menyelamatkan ibu dan anak dari kematian membuat DR dr Soewardjono Surjaningrat SpOG tidak mengenal putus asa termasuk perolehan dukungan dari DR Satrio, dari Pusat Kesehatan ABRI.
Lebih mengenalkan program KB untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan di masyarakat, lobi-lobi advokasi terus digenjar, ahasil sejumlah organisasi massa yakni Pelayanan Kesehatan Umum (PKU) Muhammadyah, Wanita Partai Sarikat Islam Indonesia, Dewan Gereja Indonesia, Muslimat NU, Yayasan Kesejahteraan Katholik, World Assembly of Youth dan sudah tentu Pusat Kesehatan (Puskes) ABRI serta berbagai organisasi massa lainnya.
Melalui Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Nomor: KEP/A/580/1969 tertanggal 2 Desember 1969 LKB-ABRI semakin memperkokoh kelembagaanya yang waktu itu surat keputusan tersebut ditandatangani oleh Jendral TNI Soeharto.
LKB-ABRI menjadi lembaga yang pada pelaksanaan utamanya dari Puskes ABRI yang berkendudukan langsung dibawah Kepala Puskes ABRI. Tugas dan pokoknya mengembangkan dan merumuskan rencana kebijakan keluarga berencana ABRI sesuai dengan pedoman Lembaga Nasional.