Senin, 16 Juni 2008

Aladin

Aladin disini bukan ninaian bobo yang berasal dari negeri seribu satu dongeng yang mengkisahkan seorang bujang mencitai seorang putri raja. Aladin kali ini, tidak lain adalah benda wujud yang setiap hari kita pandang dengan pandangan yang terbatas, kita injak dengan sepatu yang terkadang terkena najis, dan terkadang kita coret-moret dengan sentuhan tangan jahil.

Aladin yang setiap hari kita jumpai ini merupakan tempat kita berteduh dan orang sering bilang hanya saksi bisu yang tanpa bisa bersaksi dan takkan mungkin berteriak. Selamanya akan tetap diam. Aladin diciptakan berkat tangan-tangan ahli yang udah kapalan dan kasar. Aladin juga bisa membunuh kita karena sang pencipta Aladin menciptakannya menjadi sosok yang kokoh dan angkuh kalau ia berdirik tegak besar menjulang. Tapi.

Bagi kaum birokrasi, Aladin sering dijadikan indikator untuk menilai mereka-mereka (baca: orang) yang melarat hidupnya. Bagi borjuis Aladin dibuat sebagus mungkin dan senyaman mungkin dan harus bisa menjadi bahan bangga-banggaan. Bagi koruptor Aladin dijadikan objek yang bisa menumpuk pundi-pundi celengannya. Bagi aparat Aladin mungkin senjata paling ampuh untuk menginsafkan para pelaku yang merugikan masyarakat.

Tapi, bagi sebagian orang Aladin terkadang membuat orang bisa menjadi letih-lesu padahal seharian kita tidak melakukan aktifitas yang melelahkan akibat kejenuhan kita yang dikukung sosok Aladin tanpa bisa bergerak sedikitpun.

0 komentar: